Arus
globalisasi dan digitalisasi yang semakin deras dewasa ini membuat
nilai-nilai tradisi semakin terpinggirkan. Tak mengherankan apabila
semakin banyak generasi muda yang lupa akan akar tradisinya sendiri yang terlena dengan budaya-budaya barat yang sudah merebak sampai pelosok desa.
Hal itu sepertinya tak berlaku bagi Untung Suprapto (62 th) dan
keluarganya, Warga dusun Sambon RT 08 RW 06, Desa Sumberdalem, Kecamatan
Kertek ini telah dengan 4 anak ini bertahun-tahun menekuni profesi
sebagai pembuat wayang kulit.” Saya mulai membuat wayang sejak tahun
’1967,” ungkapnya sembari memegang wayang yang sedang dalam proses
pembuatan.
Berasal dari keluarga seniman membuat Untung tetarik
untuk mempelajari dan mewarisi pembuatan wayang kulit.”Awalnya saya
hanya membantu orangtua memahat, namun lama kelamaan saya tertarik untuk
mempelajari pembuatan wayang,”tutur Untung.
Hanya dibantu oleh buku
berjudul “Pedoman Wayang Solo” terbitan tahun 1813-selebihnya dilakukan
secara otodidak-, Untungpun mulai mencoba untuk membuat wayang dan
memahami segala jenis bentuk tokoh wayang. Untuk benar-benar menguasai
teknik pembuatan wayang, Untung memerlukan waktu 12 tahun trial and
error, sebab menurutnya tiap tokoh wayang memiliki kekhasan sendiri
disamping harus menyesuaikan pakem masing-masing daerah seperti wayang
Mataraman, Banyumasan, Kedu, dan Surakarta.
Dalam membuat wayang
kulit diperlukan ketelitian dan kesabaran yang ekstra karena dibutuhkan
sedikitnya 10 kali proses dalam pembuatan 1 karakter wayang. Tak heran
apabila dalam membuat 1 tokoh wayang saja dibutuhkan waktu 6-10 hari.
Harga 1 tokoh wayangpun sangat bervariasi tergantung dari tingkat
kesulitannya. Harga wayang kulit buatan Untung ini dibanderol antara 400
ribu hingga 1,5 juta rupiah.
Kini Untung tak sendiri, bersama
dengan salah seorang anaknya, Djito Hermansyah (26), bapak 5 orang anak
ini bahu membahu untuk membuat kerajinan wayang kulit dan memberikan
nama Rangga geni sebagai sanggar dan mengajak pemuda yang berminat dan
terkesan dengan pembuatan wayang. Pemesannya pun tak tanggung-tanggung,
mulai dari orang awam, kolektor sampai dengan dalang kondang seperti
Sukoco dan lainya yang pernah memesan wayang kulit buatan Untung.
Tak hanya wayang, dirumah sekaligus bengkel seninya, berbagai kerajinan
seperti patung, topeng, hiasan dinding, lukisan serta berbagai
perlengkapan penari bisa dibuat Untung. Kualitasnyapun tak kalah dengan
hasil kerajinan dan pahatan dari daerah lain dan menerima undangan untuk
melukis di dinding atau lainnya dan juga pembuatan taman rumah
bernuansa alam.
Pembuatan wayang kulit yang digeluti Untung dan
keluarganya ini bukannya tak menemui kendala. Kendala permodalan dan
juga semakin berkurangnya penggemar wayang kulit seringkali membuat
usaha keluarga ini tersendat,”Jumlah pemesan kerajinan terutama wayang
kulit, kami rasakan setiap tahun semakin berkurang,”ungkap pria asli
Wonosobo ini.
Hal ini diperparah dengan tidak pernah dilakukannya
promosi secara intensif, ”Promosi yang kami lakukan baru sebatas getok
tular di kalangan perajin dan budayawan, bahkan kamipun belum pernah
diikutkan dalam acara pameran maupun ekspo baik ditingkat lokal maupun
luar daerah,”ungkap Untung.
“Kami berharap agar ada perhatian lebih
bagi para perajin wayang kulit seperti kami agar nantinya budaya-budaya
adiluhung seperti wayang kulit ini tidak hilang ditelan
jaman,”pungkasnya.
Kegigihan Untung dan keluarganya yang tetap
mempertahankan tradisi ditengah-tengah arus perubahan zaman yang semakin
ganas ini patut diacungi jempol. Tak banyak yang bisa diperbuat memang,
namun paling tidak nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi
masyarakat kita dapat terus terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar