Selasa, 23 September 2014

OBSERVASI MENUJU PROGRAM KERJA KKN



Dinginnya suasana pagi, mengawali langkah para Mahasiswa KKN Uiversitas Negeri Semarang (UNNES) mengawali kehadirannya Di Desa Sumberdalem, dengan kegiatan Observasi menyisir lokasi desa, dari mulai batas wilayah, hingga lahan potensi yang ada di desa, tempat usaha dan para pengelola usaha kecil juga disambangi, untuk bisa melihat langsung kegiatan perekonomian, karena akan menjadi target program Kerja selama kegiatan KKN di Desa Sumberdalem,  5 Mahasiswa yang di kordinir oleh Whisnu Elianto, dari jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi  UNNES, bersama Kades dan Perangkat Desa  berkordinasi, dalam penyusunan Program Kerja KKN untuk dilaksanakan dari tanggal 8 September s/d 22 Oktober 2014, sebagai kegiatan Pengabdian Masyarakat yang ditugaskan oleh pihak Universitas.
Pos Daya (Pos Pemberdayaan Keluarga) sebagai tema atau konsep dalam penyusunan Program kerja yang meliputi  Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, Bidang Lingkungan dan Bidang Ekonomi maka perlu di bentuk Struktural Kepengurusan Pos Daya, dari Pihak Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa Sumberdalem, untuk melanjutkan Program Pos Daya yang sudah dirintis oleh KKN.
Banyak rencana terkait program kerja yang akan disusun,  karena melihat potensi yang ada di Sumberdalem, yang di dominasi oleh program Ekonomi,  adanya potensi Home industry dan potensi pertanian, seperti komoditas selada air (Kenci) yang banyak tumbuh di lahan pertanian masyarakat, tak lepas dari itu juga banyaknya kolam ikan di setiap dusun juga menjadi perhatian para mahasiswa karena banyak ikan yang di budidaya oleh masyarakat dan terbanyak adalah komuditas ikan Brascap.
Observasi dilaksanakan selama 3 hari sebagai awal kegiatan setelah mereka di terima oleh Kepala Desa Rahmat, S.E dan Perangkat Desa dan di tempatkan ke Posko yang sudah di sediakan oleh pihak desa, “Selamat datang para adik-adik KKN dari Unnes semoga bisa kerasan di desa Sumberdalem dan selamat melaksanakan kegiatan yang akan di programkan” sambut Kepala desa dalam penyambutan dan acara Ramah Tamah di Balai Desa Sumberdalem.

Rabu, 10 September 2014

Menekuni Kerajinan Wayang Kulit

Arus globalisasi dan digitalisasi yang semakin deras dewasa ini membuat nilai-nilai tradisi semakin terpinggirkan. Tak mengherankan apabila semakin banyak generasi muda yang lupa akan akar tradisinya sendiri yang terlena dengan budaya-budaya barat yang sudah merebak sampai pelosok desa.
Hal itu sepertinya tak berlaku bagi Untung Suprapto (62 th) dan keluarganya, Warga dusun Sambon RT 08 RW 06, Desa Sumberdalem, Kecamatan Kertek ini telah dengan 4 anak ini bertahun-tahun menekuni profesi sebagai pembuat wayang kulit.” Saya mulai membuat wayang sejak tahun ’1967,” ungkapnya sembari memegang wayang yang sedang dalam proses pembuatan.
Berasal dari keluarga seniman membuat Untung tetarik untuk mempelajari dan mewarisi pembuatan wayang kulit.”Awalnya saya hanya membantu orangtua memahat, namun lama kelamaan saya tertarik untuk mempelajari pembuatan wayang,”tutur Untung.
Hanya dibantu oleh buku berjudul “Pedoman Wayang Solo” terbitan tahun 1813-selebihnya dilakukan secara otodidak-, Untungpun mulai mencoba untuk membuat wayang dan memahami segala jenis bentuk tokoh wayang. Untuk benar-benar menguasai teknik pembuatan wayang, Untung memerlukan waktu 12 tahun trial and error, sebab menurutnya tiap tokoh wayang memiliki kekhasan sendiri disamping harus menyesuaikan pakem masing-masing daerah seperti wayang Mataraman, Banyumasan, Kedu, dan Surakarta.
Dalam membuat wayang kulit diperlukan ketelitian dan kesabaran yang ekstra karena dibutuhkan sedikitnya 10 kali proses dalam pembuatan 1 karakter wayang. Tak heran apabila dalam membuat 1 tokoh wayang saja dibutuhkan waktu 6-10 hari. Harga 1 tokoh wayangpun sangat bervariasi tergantung dari tingkat kesulitannya. Harga wayang kulit buatan Untung ini dibanderol antara 400 ribu hingga 1,5 juta rupiah.
Kini Untung tak sendiri, bersama dengan salah seorang anaknya, Djito Hermansyah (26), bapak 5 orang anak ini bahu membahu untuk membuat kerajinan wayang kulit dan memberikan nama Rangga geni sebagai sanggar dan mengajak pemuda yang berminat dan terkesan dengan pembuatan wayang. Pemesannya pun tak tanggung-tanggung, mulai dari orang awam, kolektor sampai dengan dalang kondang seperti Sukoco dan lainya yang pernah memesan wayang kulit buatan Untung.
Tak hanya wayang, dirumah sekaligus bengkel seninya, berbagai kerajinan seperti patung, topeng, hiasan dinding, lukisan serta berbagai perlengkapan penari bisa dibuat Untung. Kualitasnyapun tak kalah dengan hasil kerajinan dan pahatan dari daerah lain dan menerima undangan untuk melukis di dinding atau lainnya dan juga pembuatan taman rumah bernuansa alam.
Pembuatan wayang kulit yang digeluti Untung dan keluarganya ini bukannya tak menemui kendala. Kendala permodalan dan juga semakin berkurangnya penggemar wayang kulit seringkali membuat usaha keluarga ini tersendat,”Jumlah pemesan kerajinan terutama wayang kulit, kami rasakan setiap tahun semakin berkurang,”ungkap pria asli Wonosobo ini.
Hal ini diperparah dengan tidak pernah dilakukannya promosi secara intensif, ”Promosi yang kami lakukan baru sebatas getok tular di kalangan perajin dan budayawan, bahkan kamipun belum pernah diikutkan dalam acara pameran maupun ekspo baik ditingkat lokal maupun luar daerah,”ungkap Untung.
“Kami berharap agar ada perhatian lebih bagi para perajin wayang kulit seperti kami agar nantinya budaya-budaya adiluhung seperti wayang kulit ini tidak hilang ditelan jaman,”pungkasnya.
Kegigihan Untung dan keluarganya yang tetap mempertahankan tradisi ditengah-tengah arus perubahan zaman yang semakin ganas ini patut diacungi jempol. Tak banyak yang bisa diperbuat memang, namun paling tidak nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi masyarakat kita dapat terus terjaga.